Ibadah Agama Tidak Menjamin Surga

Relasi Dengan Tuhan Adalah Segalanya   

 

Oleh: Ram Kampas    

 

Agaknya semua kita sadar bahwa sistem kehidupan-kemanusiaan yang sesungguhnya adalah berpusat pada r-e-l-a-s-i. Baik itu relasi dengan alam lingkungan, maupun relasi antar manusia sesamanya, bahkan juga relasi manusia dengan khaliknya, yaitu Sumber Kehidupan itu sendiri! Namun tidak banyak teman-teman Muslim yang paham bahwa kristianitas menempatkan RELASI dan bukan ATURAN-ATURAN AGAMA sebagai bagian dari ibadah yang paling utama. Tuhanlah yang mengingini relasi itu, dan hadirlah ikatan relasi itu sejak Dia menciptakan manusia, dan hanya manusia, tidak malaikat dalam disain yang berunsurkan diriNya, lalu memberkati-nya:

"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita

Maka Tuhan menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Tuhan diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.

(Dan) Tuhan memberkati mereka" (Kejadian 1:26-28).

Tidak cukup dengan menciptakan kaitan rohaniah dengan manusia, tetapi Tuhanpun secara dekat memegang, membentuk, dan menghembuskan nafasNya secara langsung kepada hidung Adam. Tuhan adalah sangat dekat dan terjangkau:

"TUHAN membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup" (Kejadian 2:7).

Kenyataan ini sering terlupakan oleh Muslim tanpa sadar, yang sekarang malah merasa bahwa Allah SWT mereka sangat jauh, tidak berbicara, tidak dikenal dan tidak terjangkau oleh umatNya. Padahal tidak cukup dengan kedekatan yang membisu itu, Tuhan malahan duluan menyapa Adam secara langsung dan nyata, tanpa lewat perantara:

TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia (Adam), "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."

Dan ketika Adam jatuh dalam dosa, Tuhan bahkan secara ekstrem masih mendemonstrasikan betapa Dia masih tetap mau menghampiri Adam dan Hawa, memanggilnya, dan bertanya kepadanya secara nyata: "Dimanakah engkau?" (Kejadian 3:9). Aneh, bahwa kalimat-tanya yang strategis dan penuh makna ini tidak terdapat dalam Al-Quran. Dan karenanya Islam tidak mengenal Allah yang bertanya kepada manusia! Kenapa? Karena dua perkara.

1. Karena Allahnya Mahatahu, jadi kenapa mau bertanya lagi?

2. Karena Allahnya itu Allahu Akbar, Dia terlalu besar untuk mau langsung berbicara dengan mahklukNya yang hanyalah seorang hamba dan budak.

Tetapi Muslim seharusnya lebih awas, bahwa ketika Tuhan bertanya kepada Adam, "Dimanakah engkau?", maka Tuhan bukan bertanya tentang lokasi persembunyian Adam. Itu bukan sebuah pencaharian, melainkan sebuah invitasi Tuhan agar Adam  mau berkata balik dan berelasi kepadaNya. Dan dari relasi kedekatan itulah Adam bisa sadar, menyesal dan bertobat kembali dari dosanya. Sebab pada dasarnya orang tidak bisa sungguh-sungguh bertobat bilamana ia belum mulai berelasi dengan Tuhannya!

"Dimanakah engkau?" adalah sebuah seruan dan jeritan kasih (bukan pertanyaan) yang terdalam dari seorang Khalik kepada mahklukNya (yang segambar dengan Dia) yang telah berdosa kepadaNya! Seharusnya Adam dan Hawa langsung tersungkur kehadapan Tuhan yang telah berseru demikian lirihnya. Semestinya Adamlah yang hancur hati menyesali pelanggarannya. Berseru lebih lirih untuk minta pengampunanNya demi direlasikan kembali kepada Khaliknya bagai sediakala. Tetapi Adam malah menyalahkan perempuan yang Tuhan sediakan baginya, dan perempuan ini menyalahkan lagi si Ular yang menyesatkannya. Peluang relasi dihancurkan oleh Adam dan Hawa sendiri, dan karenanya mereka harus diusir dari Taman Eden. Islam sebaliknya tidak mempunyai jawaban logis kenapa Adam dan Hawa harus diusir dari Taman Sorga jikalau mereka telah minta ampun seperti yang disinyalir oleh Quran.

 

Kasih adalah raison d'etre sebuah kehidupan

Kristianitas meyakini hubungan pribadi dengan Tuhan adalah melebihi filosofi dan aktifitas keagamaan. Relasi kita dengan Tuhan Elohim yang menciptakan kita adalah segala-galanya. Yesus berkata bahwa "hukum" yang paling utama adalah mengasihi Elohim, lalu diikuti mengasihi sesama kita. Tiada lain, Hukumnya adalah kasih. Dan itu hanya bisa diwujudkan dalam tali-relasi, bukan upacarawi!

Maka inti ibadahnya bukanlah ritus-ritus aturan, melainkan relasi-kasih diantara sesama mahluk, dan diantara mahkluk dengan Khaliknya. Itulah sistem, disain dan "aturan-dasar" bagi kehidupan yang paling hakiki. Kasih adalah raison d'etre untuk apa kita hidup dan untuk apa kita bertahan!

Bukankah aspek kehidupan kita yang paling pokok adalah relasi kita dengan orang-tua kita, teman-teman calon pasangan kita, suami, isteri, anak-anak dst? Tanpa relasi, kita hanya menemukan kehidupan dan dunianya yang hampa tanpa makna, apapun pesta-pora, anggur, musik, dan seksnya.

Ya, Alkitab menerangkan kepada kita bahwa akar dari kehampaan adalah karena keterputusan tali-relasi. Manusia memalingkan mukanya dari Elohim yang merupakan SUMBER HIDUP YANG SEJATI. Diluar Tuhan tidak ada lagi istilah hidup yang sesungguhnya!

Elohim berkata: "Carilah Aku, maka kamu akan hidup" (Amos 5:4).

Mazmur Daud berkata: "Sebab padaMu ada sumber hayat" (Mazmur 36:10).

Injil berkata: "Dalam Yesus ada hidup" (Yohanes 1:4).

Yesus berkata: "Akulah roti hidup." Di samping itu Ia juga berkata:"Akulah kebangkitan dan hidup" (Yohanes 6:35; 11:25).

Yesus mengumpamakan: "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya, Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang keluar seperti ranting dan menjadi kering" (Yohanes 15:5,6).

Kehidupan (yang sejati dan kekal) hanya berfungsi ketika kita berelasi intim dengan sumber hidup, yaitu Yesus yang menyatu dalam Bapa dan RohNya (Kejadian 1:26; 3:22; Yohanes 8:42; 10:30; 15:26; 14:10; dll).

Sebaliknya, roh jahat amat takut bila terjadinya pengenalan Tuhan oleh manusia, dan relasi antara manusia dengan Penciptanya. Sebab hal itu akan berarti kesadaran dan pertobatan manusia yang jahat, balik kepada Khaliknya, yang berakibatkan kebangkrutan bagi kerajaan setan.  Itu sebabnya roh jahat harus memakai tangan-tangan manusia untuk menolak keseluruhan konsep-relasi ini. TOTAL disegala tingkat! Lihatlah secara jeli betapa ujud-ujud relasi yang ingin dihancurkan oleh roh jahat.

 

1. Menyerang relasi unik diantara "Bapa", "Anak", dan "Roh Kudus".

Keberadaan Anak Elohim dianggap sebagai pencemaran kekudusan Elohim yang dianggap tak mungkin beranak karena Ia tak mungkin beristeri (Qs.6:101). Padahal wahyu Muhammad yang satu ini salah sasaran karena tidak ada orang Kristen manapun yang mengimani Allah yang beristeri lalu beranak pinak (dalam artian walad).

Selanjutnya keilahian Roh Kudus juga digeser maknanya tanpa dasar. Rohnya Tuhan sendiri yang ilahiah itu telah ditafsirkan sebagai seorang makhluk malaikat saja, lalu diberi nama Jibril tanpa keshahihan. (Lihat: WHAT-IF Jibril bukan Gabriel?)

 

2. Menolak relasi diantara manusia dan Khaliknya

Roh jahat menolak hubungan langsung dari anak-manusia dengan Khaliknya. Itu dimustahilkan, karena Allah SWT bukan Bapanya siapa-siapa melainkan DIAlah Dia yang tak terjangkau oleh mahlukNya yang tiada lain adalah budak semata.

Bila Elohim ditonjolkan sebagai Tuhan yang Mahakasih (artinya berelasi seintim-intimnya dengan anak-anak-Nya), maka Allah SWT ditonjolkan sebagai Tuhan yang Mahakuasa. Pertanyaannya adalah, "Apa bagusnya Ilah-XYZ yang paling hebat kuasaNya itu bagi kepentingan saya, bilamana Ia tidak peduli dan mengasihi saya sehebat-hebatnya?" (Artinya, relasiNya dengan saya tidak memadai?).

Muhammad sendiri digambarkan sebagai nabi yang tidak pernah berelasi dan berkomunikasi langsung dengan Allah, kecuali lewat Jibril. Ini mendatangkan keheranan kenapa Quran mengisahkan bahwa semua Nabi-nabi sebelum Muhammad justru telah berbicara dengan Tuhan Elohim secara langsung, mulai dari Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan seterusnya hingga kepada Zakharia, Maryam dan Isa? Kenapa hanya Muhammad seorang yang "terdiskriminasi" oleh Quran sendiri sebagai nabi yang dikecualikan dari relasi-komunikasi langsung dengan Allah SWT?

Lebih mengherankan, kenapa Allah SWT bisa membiarkan diriNya dihubungi secara langsung melalui shalat 5 waktu (misalnya), padahal Dia tidak berkenan untuk menurunkan wahyuNya secara langsung kepada Muhammad? Dengan perkataan lain, jikalau Allah Islam tidak berkata-kata langsung dengan manusia, menjadi pertanyaan apakah kata-kata Muslim (dan Muhammad!) dalam segala shalat dan doanya bisa langsung sampai kehadirat Allah tanpa melalui perantaraan Jibril?

 

3. Yesus diputuskan relasinya dengan murid-muridNya

Lihat pula Yesus yang didongengkan dalam pelbagai versi Islam tentang keterputusan hubunganNya dengan murid-muridNya, mulai dari menghilangkan Yesus yang tersalib oleh Allah SWT, atau jenazahNya (atau sosoknya) yang didongengkan entah dikemanakan, "konon" dialihkan ke negeri Timur entah kemana, dan dialihkan oleh Allah yang mana. Fatalnya, pemutusan relasi ini dilakukan oleh Allah sendiri dengan menipu-daya (!) umat manusia (Qs.3:54 dan catatan kakinya).

Padahal dimana-mana Yesus selalu Imanuel, sebuah gelar yang menjanjikan relasi yang melekat, dan penyertaanNya kepada para pengikutNya sampai kepada akhir zaman! (Matius 28:20; 18:20 dll).

 

4. Meregangkan relasi suami-isteri

Roh jahat tidak ingin adanya hubungan-kasih dan relasi seutuhnya diantara suami istri. Bila Elohim berkata: "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging" (Kejadian 2:24); maka roh pemecah-belah relasi sejati keluarga berkata: "maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat" (Qs.4:3).

Lihat bahwa perintah ini dimulai dengan seruan Allah untuk berpoligami: "dua" (wanita), bukan dimulai dengan "satu". Tidak juga difirmankan Allah agar mereka "semua menjadi satu daging". Justru sebaliknya, kepada pria diberi kemudahan untuk mencerai-beraikan relasi keluarga dengan talaq.

Akhirnya, konsep relasi suami-istri Islam juga tersandung tanpa bisa diperbaiki lagi, yaitu dengan hadirnya IZIN Allah bagi hubungan seksual para Muslim terhadap hamba-hamba sahayanya (Qs.23:5-6). Tak akan ada pertanyaan dan keraguan bahwa izin demikian menajiskan institusi-keluarga manapun, termasuk keluarga Muhammad! [Awas, jangan disesatkan bahwa nabi-nabi sebelum Muhammad juga berpoligami-ria karena hukum Tuhan. Tidak! Itu dilakukan semata-mata atas nafsu kedagingan mereka sendiri-sendiri. Tak ada satu ayatpun dalam Taurat dan Injil yang memberi izin siapapun untuk berpoligami! (baca Matius 19:5-8)].

 

5. Mengkotakkan kaum kafir terhadap non-kafir/Muslim

Relasi horizontal sesama manusia universal tidak dikenal dalam orthodoksi Islam.

Roh Islam membagi manusia dalam kategori kafir dan Muslim. Dan orang kafir ini distigmakan sebagai binatang buas yang sejahat-jahatnya dimata Allah SWT (the worst beast in the sight of Allah, Qs.8:55), yang kepala dan tiap-tiap ujung jarinya harus dipancung (Qs.8:12). Para kafir jangan dijadikan teman (Qs.3:118), dan orang Yahudi dan Nasrani tidak boleh menjadi atasan Muslim, hingga kepada tuduhan bahwa orang-orang Yahudi-Nasrani ini akan selalu membenci Muslim hingga mereka menjadi murtad dan masuk keagama Yahudi-Nasrani (Qs.2:120).

Ini jelas adalah ayat-ayat yang sangat berbahaya bagi relasi kemanusiaan. Ini adalah tuduhan penuh racun yang tidak terdapat dalam kitab suci manapun kecuali Quran!

Namun sejak kejatuhan Adam dan relasi rohaniahnya terputus, Tuhan Elohim justru merancang pemulihan hubungan istimewa "Khalik-makhluk" ini dengan meng-inkarnasikan FirmanNya (istilah Islam: Kalimat Allah) ke dalam dunia menjadi manusia, agar Dia bisa berelasi dan berfirman langsung dengan manusia. Sejak saat itu, tidak diperlukan lagi peran-antara berupa nabi-nabi, atau agen penyampai-wahyu yang lain semisal "Jibril" (silahkan baca kitab Ibrani 1:1-3 dengan seksama). Yesuslah yang menjalankan misi dan janji keselamatan Sang Khalik, langsung kepada murid-muridNya, dan kini kepada setiap manusia.

Ia yang adalah Firman yang berwahyu langsung, berulang-ulang menyerukan relasi yang langsung: "Ikutlah Aku!"  Ia tidak berkata: "Ikutlah agama Musa", atau "Ikutlah agama Abraham", atau bahkan "Ikutlah agama-KU". Yesus tidak memanggil orang-orang untuk mengikuti sebuah agama, atau sekumpulan kaidah, ibadat atau upacarawi keagamaan yang jelas bukan merupakan sumber dan pusat penyelamatan. Ia mengundang Anda dan saya untuk datang langsung kepada DiriNya, berelasi dengan PribadiNya yang merupakan sumber-daya dan pelaku penyelamatan secara berkepastian!

  • Kepada masing-masing Matius dan Filipus, Yesus berkata: "Ikutlah Aku" (Matius 9:9; Yohanes 1:43).
  • Kepada Petrus dan Andreas, Ia berkata: "Mari ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia" (Matius 4:19).
  • Kepada salah satu pengikutNya, Ia berkata: "Ikutlah Aku dan biarlah orang mati menguburkan orang-orang mati mereka" (Matius 8:22).
  • Kepada seorang muda yang kaya, Ia berkata: "Datanglah kemari dan ikutlah Aku" (Matius 19:21).
  • Kepada Petrus menjelang kenaikanNya ke sorga, Yesus berkata: "Tetapi engkau, ikutlah Aku" (Yohanes 21:22).

 

"Ikutlah Aku" versus "Ikutlah agamaku"

Mengikut Yesus sama sekali bukanlah ikut melangkahkan kaki secara lahiriah. Ketika Yesus mengingatkan Petrus untuk mengikutiNya menjelang kepergianNya ke sorga, itu bukan dimaksudkan agar Petrus mengikuti Dia sekalian bareng-bareng naik ke sorga. Orang-orang yang dipanggil untuk ikut Yesus dimaksudkan agar menyerahkan hidupnya bagi DIRI YESUS yang merupakan pusat keselamatan yang sejati, yaitu Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yohanes 14:6). Dalam persekutuan dengan Sang Hidup itulah maka kita hidup menjadi orang yang diperbaharui. Keselamatan dan berkat-berkat Abraham adalah tertanam dalam diriNya, bukan dalam filosofi tentang diriNya. Karena itu ada perbedaan besar antara "Ikutlah Aku" (baca: Ikut Yesus – disingkat IA) dan "Ikutlah Agamaku" (baca: ikut sebuah agama – disingkat IAG). Di dunia ini kita berhadapan dengan dua mazhab pengikut seperti itu, satu dan lainnya mencari keselamatan dengan cara yang sangat berbeda secara mendasar. Segera terlihat adanya kesenjangan diantara kedua mazhab ini, khususnya dalam inti kebenaran dan keselamatan.

 

A. Kesenjangan dalam kedekatannya dengan Sumber Firman.

Konsep (IA) memfokuskan Tuhan Yesus sebagai Pribadi-Firman ("Pemilik-firman") yang berfirman dan berelasi langsung dengan pengikut firmanNya, yang sekaligus menjadi saksi mata atas firmanNya. Disini Tuhan bukan saja mengajar, bertanya, menegur dan memerintah langsung muka dengan muka, tetapi juga sekaligus memberi contoh teladan tentang apa yang diajarkan.

Sebaliknya konsep (IAG) secara set-back memfokuskan wahyu tidak langsung yang dipercaya telah didiktekan Allah kepada manusia. Yaitu yang hanya disampaikan lewat medium-antara tertentu (baca: malaikat) untuk diteruskan ke dalam ingatan manusia tertentu (baca: nabi), dan ditulis oleh manusia lain (baca: sahabat nabi) sebelum diungkapkan kepada manusia. Disini jelas bahwa jarak transmisi dan relasi antara Pemilik-firman dan pengikutNya adalah sedemikian jauh dan semunya, sehingga keaslian dan kesempurnaan transmisi firman tidak mungkin dibuktikan, kecuali dislogankan dengan keyakinan saja! Soalnya, Muhammad sendiri tidak menjadi saksi mata atas muatan wahyu-hulu (transmisi Kalimat Allah ke Jibril) maupun wahyu-hilir (mushaf/lembaran-lembaran Quran yang dikanonisasi oleh para sahabat Muhammad sepeninggalnya).

Menjadi pertanyaan terbuka, bagaimanakah penganut IAG (Muslim) kini dapat berdoa, bershalat, atau berkomunikasi langsung dengan "Pemilik-firman", mengingat dulu-dulu pun Firman dan komunikasi Allahnya tidak pernah diwahyukan secara langsung kepada mereka? Dan andaikata Muslim sekarang memang bisa berkomunikasi langsung, lalu kenapa Allah dulu-dulunya tidak berwahyu langsung pula, melainkan harus lewat dua tahapan mahluk perantara?

Sebaliknya, para penganut (IA), kini dan sampai kapanpun dapat selalu berkomunikasi langsung dengan "Pemilik-firman", karena peran-Nya sebagai Imanuel selalu aktif dan langsung.

 

B. Kesenjangan akan jaminan keselamatan.

Konsep "Ikutlah Aku" mengakui Yesus sebagai pemilik dari pengikutNya. Mereka adalah domba-domba milikNya, dan Dia adalah gembala yang baik, penyelamat (penebus) yang empunya sorga (Yohanes 14:3).

Relasi versus upacara ritual

Karena kesosokan Yesus inilah maka para pengikutNya tidak akan tidak sampai ke tujuannya. Mereka ikut Yesus. Artinya langsung masuk kedalam "gerbong kereta" Yesus yang jalur-keretanya sudah dipastikan sampai ke tujuannya, yaitu lurus ke tempat kepunyaanNya: SORGA. Mereka tidak dibiarkan kebingungan dalam persimpangan "upacara ritual" untuk memohon ditunjuki mana jalan yang lurus! (Qs.43:61).

Anda yang berelasi dengan bapak Anda adalah anak yang dipertalikan dengan anugerah untuk mewarisi hartanya. Demikianlah "keselamatan" juga merupakan anugerah yang otomatis dan langsung dari Bapa sorgawi yang disediakan kepada anak-anakNya yang berelasi dengan diriNya. Keselamatan-kekal bukanlah hasil usaha manusia, karena manusia yang tidak kekal (yaitu domba yang lemah, rapuh dan rawan, yang amat tidak berdaya di hadapan Tuhan) sungguh tidak mampu mengusahakan sebuah keselamatan kekal bagi dirinya.

Menyelamatkan diri kita sendiri dari sakit dan susah, musibah dan kematian-badani saja kita tidak sanggup, maka bagaimana dapat kita menyelamatkan diri kita dari neraka, suatu kematian kekal akibat dosa-dosa kita? Apakah ada manusia yang berkuasa mengampuni dosa dirinya ataupun kenajisan orang lainnya?

Alkitab berkata, bahwa keselamatan itu anugerah Allah, bukan buah usaha manusia! (Efesus 2:8-9). Namun salah pahamlah Anda jikalau menyangka bahwa dengan anugerah yang cuma-cuma ini lalu anak-anak Tuhan akan berongkang-ongkang kaki tidak usah berbuat apa-apa lagi, karena merasa sudah selamat. Itu bukan namanya anak Tuhan, melainkan anak durhaka, yang tak tahu terima kasih.

Membalas budi, bukan membeli budi

Justru karena mengetahui kebaikan Tuhan itulah, kini kita rindu melakukan perintah dan kehendakNya. Perbuatan-perbuatan baik kita lakukan sebagai ungkapan syukur dan kasih kita atas keselamatan yang telah Dia berikan cuma-cuma kepada kita, bukan untuk "membeli" keselamatan, lewat setoran pahala. Dengan kata sehari-hari, kita "membalas budi", bukan membeli budi.

Sebaliknya, konsep (IAG) tidak memberikan jaminan pasti akan keselamatan. Para pengikut sebuah agama mengandalkan usaha dan perjuangan mereka untuk memahami dan mentaati pernik hukum, rukun, ibadat dan aturan upacarawi keagamaan yang ditetapkan oleh Allah SWT, agar dapat mengusahakan amal-pahala yang mudah-mudahan cukup melayakkan keselamatannya kelak. Disini Allah bersuara, lewat nabiNya, agar manusia beraction. Namun Dia sendiri tidak beraction dalam tindak penyelamatan, berlainan dengan Yesus yang telah bersuara dan beraction!

Yesus sendiri turun tangan, turun ke dunia untuk menyelamatkan anak-anakNya yang tidak berdaya keluar dari pembelengguan dosa yang mematikan. Dia mematahkan kematian dan bangkit dan memberi hidup  bagi mereka yang menjawab undanganNya yang unik, "Ikutlah Aku!"

 

C. Kesenjangan peluang keselamatan karena beda ilmu agamanya.

Konsep (IAG) mutlak menuntut pemahaman ilmu agama bagi setiap pengikut yang benar, yaitu penguasaan pasal-pasal hukum, akidah, ritual ibadat, aturan-aturan upacarawi keagamaan, jenis pahala dan bobotnya dan lain-lain agar dapat mengoperasikannya secara benar dan maksimal tentang apa-apa yang diharuskan dan yang diseyogyakan dalam aturan agamanya. Juga tentang apa-apa yang harus diharamkan, dan apa yang masih boleh ditoleransikan, atau apa-apa yang dikecualikan. Dengan demikian, tentu banyak aturan-aturan yang masih "tersembunyi" bagi para pengikutnya, baik yang tersurat, yang tersirat, atau perbedaan tafsir dan mazhab yang mana kita semua tahu tidak ada habis-habisnya. Bagaimanapun memang ada saja pernik-pernik agama yang tidak mampu diketahui semuanya! Bahkan sekalipun Anda mengetahuinya, belum tentu Anda bisa percaya dan komit atasnya. Apakah misalnya Anda akan percaya bulat-bulat kata-kata Muhammad dalam hadis shahih berikut ini:

"Sesungguhnya, barangsiapa diantara umatku yang mati, sedangkan dia tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, orang itu masuk surga."

Aku (Abu Dzar) bertanya: "Sekalipun orang itu berzina dan mencuri?"

Jawab Nabi, "Ya, sekalipun dia berzina dan mencuri." (HS.Bukhari 647 Terjm. Indonesia, H. Fachruddin Hs dkk).

Secara natural tuntutan demikian akan membagi para pengikut menjadi pihak yang lebih-berilmu dan yang kurang-berilmu dalam pemahaman agamawi yang  menghasilkan pahala, yang pada gilirannya dapat menciptakan peluang keselamatan yang berbeda diantara keduanya. Khususnya bagi orang yang miskin ilmu agama karena termasuk yang buta huruf, kurang akal, cacat fisik tertentu, atau setidaknya bagi penganut pemula atau petobat yang kasep (sesaat menjelang kematiannya). Muhammad sendiri menetapkan keshahihan dari kesaksian wanita adalah separuh dari laki-laki. Dan ketika ditanyakan kepadanya alasannya, beliau menjawab: "Ya, ini karena kurang akalnya perempuan" (Bukhari, III/48, no.826).

Sebaliknya konsep (IA) berpusat pada relasi kasih. "Ikutlah Aku!" adalah seruan kasih Yesus yang amat sederhana dan mendasar untuk menyelamatkan siapa saja yang merespon undanganNya untuk berelasi.

"Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat…", demikian manisnya panggilan kasih Yesus kepada manusia (Matius 11:28). Panggilan keselamatan yang tidak ada urusan dengan apakah dia si buta-tuli-bisu ataukah dia "ahli Taurat". Tak peduli ia laki-laki atau perempuan, kriminal atau pemungut cukai. Ikut Yesus tidak memerlukan ilmu, melainkan iman! Untuk ini, mari kira renungkan sejenak kisah seorang kriminal yang tersalib di samping salib Yesus (lihat Lukas 23:33-43).

Pada detik-detik terakhir dari hayatnya, si penjahat ini meminta Yesus untuk menerima ia sebagai pengikutNya,

"Yesus, ingatlah akan aku, apabila engkau datang sebagai Raja."

Tetapi Yesus tidak menunggu hingga kelak Ia datang kembali sebagai Hakim Agung, melainkan serentak menganugerahkan penyelamatan penuh baginya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (Lukas 23:43).

Disini tampak betapa Sang Firman (Kalimat Elohim) kembali menghunjukkan kuasa dalam kalimat kreatifNya: "Jadilah!" Sama seperti ketika Yesus menyembuhkan orang-orang sakit dalam sekejap, begitu pula Dia memulihkan keberdosaan si penjahat serta menganugerahkan keselamatan yang pasti, penuh dan seketika! Tidak ada istilah "moga-moga". Tidak juga dengan masa percobaan (!) atau ditimbang-timbang dulu (atau kelak!) berapa besaran "pahalanya".

Sebaliknya, dengan bermodal pada konsep "Ikutlah agamaku" (IAG Islamik), apakah si penjahat diatas mungkin mendapatkan keselamatan instannya? Tidakkah Anda akan selalu bertanya: Apakah kejahatannya yang seumur hidup itu bisa memberinya timbangan pahala yang lebih berat hanya karena ia minta pengampunan sesaat sebelum kematiannya? Apakah ada kemungkinan "keselamatan-instant" pada saat-saat yang teramat kritis ketika seseorang penjahat di eksekusi mati seperti itu? Bahkan pada kasus pembom bunuh-diri yang meyakini dirinya syuhada dan naik surga secara instan itu, apakah mungkin perjalanannya kesorga itu tidak terjegal oleh jiwa-jiwa innocent (muslim dan non-muslim yang terbunuh) yang memprotes Allah karena mereka telah akan disatukan dengan pembunuhnya di sorga? Ilmu agama dengan pernik dan paham yang berbeda justru bisa mencelakakan.

Sebaliknya, relasi tidak memerlukan ilmu-agama khusus, dan ini ditampakkan ketika Yesus terlihat memarahi murid-muridNya yang mencegah anak-anak kecil (yang tak paham ilmu agama) untuk menghampiri dan menjamahNya:

"Biarlah anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya. Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tanganNya atas mereka Ia memberkati mereka" (Markus 10:14-16).

Anak-anak kecil tidak mempunyai ilmu, tetapi mempunyai hati. Mereka tidak mandiri, "miskin", tak bisa berusaha, tak berdaya, tetapi bergantung sepenuhnya kepada Bapak (dependent). Anak-anak kecil adalah kaum yang rendah hati, sederhana, polos, pemaaf, pembawa damai, dan hati yang terbuka. Tetapi lebih dari semua, mereka percaya total, beriman penuh kepada bapaknya. Mereka adalah pengikut yang paling layak bagi seruan Sang Bapa: "Ikutlah Aku"! Mental dan alam jiwa demikianlah yang dinyatakan Yesus sebagai yang empunya sorga. Mereka tidak mengusahakan keselamatan, namun mereka diselamatkan karena "total relasi" sebagai anak-Bapa, dan mendapatkan berkatNya!

Dan dalam kepolosan kanak-kanaknya, mereka bersyukur, melompat-lompat dan bersorak-sorai memuji sang Bapa, betapa indahnya!

"Bapa" adalah total relasi

Di keseluruhan Injil, Yesus mengajarkan murid-muridNya untuk secara pribadi memanggil Elohim sebagai BAPA dan tidak ada nama panggilan yang lain. Panggilan ini sungguh memberikan hak istimewa bagi kita untuk ditempatkan sebagai anak-anak Elohim yang dikasihiNya, dan bukan sekedar budak-Nya yang tidak berhak atas kasihNya. Dalam doa kepada Elohim, Yesus juga meminta mereka memanggil "Bapa kami". Dalam bahasa Aram, Bapa disebut ABBA, suatu sebutan yang amat pribadi, intim, dan penuh dengan kasih, tuntunan dan pengampunan. Inilah panggilan/sebutan yang menunjukkan relasi-pribadi dan langsung yang luar biasa dekatNya antara Tuhan Sang Pencipta dengan manusia ciptaanNya, suatu hal yang asing dalam agama lainnya. Orang-orang Muslim tak dapat mengakui Tuhan itu sebagai Bapanya, karena manusia hanyalah hamba (budak) dari tuan yang Maha Besar, yang hanya bekerja menunaikan tugas dan beban shariah.  Namun dalam Injil, terdapat sebutan asli BAPA sebanyak 186 kali yang ditujukan kepada Elohim. Apakah sebutan sakral sebanyak seperti ini perlu dipalsukan untuk tujuan yang tak jelas apa untungnya bagi si pemalsu? Tuduhan pemalsuan yang dilontarkan sekenanya oleh ulama Islam sungguh nyasar. Nyasarnya tambah tampak telanjang ketika kita menyaksikan betapa Yesus menyerukan panggilan ini ketika Ia berada diatas kayu salib.

Panggilan Yesus ketika Ia di salib adalah dimulai dengan "Bapa": "Ya, Bapa ampunilah mereka". Dan "Bapa" yang sama juga merupakan panggilan Yesus yang terakhir kalinya, sesaat sebelum Ia menyerahkan nyawaNya: "Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu".

Muslim dalam ketidak-kritisannya, mempercayai satu-satunya ayat Quran (Qs.4:157) yang tidak didukung oleh fakta apapun, sambil menafikan semua bukti dan saksi yang mutawatir bagi peristiwa penyaliban Yesus. Dua kali panggilan "Bapa" yang diserukan oleh Yesus ini sesungguhnya telah membuktikan bahwa Dia sendirilah yang tersalib (dan bukan seorang "Isa-isa-an" yang diserupakan Allah) dan yang sedang memanggil BapaNya. Sebab panggilan yang begitu intim dan mulia itu mustahil diserukan oleh seorang Isa gadungan (entah Yudas fiktif atau si jahat lainnya), yang diserupakan Allah di atas kayu salib demi mengelabui semua orang Yahudi! Si jahat gadungan menolak dan ditolak untuk berelasi intim dengan Allah. Ia juga tidak akan berwatak semulia seperti yang diserukannya kepada Bapa.

Selain itu, Allah yang Maha Benar dan Kuasa itu apakah sudah kehabisan cara sehingga perlu mengelabui umatNya dengan cara menipu-daya? Termasuk menipu murid dan pengikutNya dan Maria (ibuNya) yang ikut menjadi saksi mata sampai ke dekat palang salib Anaknya? (Yohanes 19:25-27). Rekayasa "Isa-isa-an" tak dapat dicocokkan dengan semua fakta dan logika yang ada. Belum lagi dipersoalkan protes yang harus dihadapi Allah, baik dari pihak Yesus maupun dari oknum Isa-isa-an. Yesus yang tak kenal menipu-daya itu tentu akan mempertanyakan integritas Allah yang memakai "kesosokan diriNya" (Isa-isa-an) untuk menipu ibuNya dan pengikutNya. Sebaliknya si Isa-isa-an juga akan berteriak diatas kayu salib "Kenapa saya disalib tanpa dihakimi (dengan saksi-saksi menurut Taurat)?"

Jadi wahyu-tanpa saksi yang menyangkal penyaliban Yesus itu adalah wahyu yang berbahaya. Tuduhan  ini harus berani dikritisi dan dikoreksi. Dan hanya ada satu  koreksi yang tepat yaitu bahwa Jibril adalah pembawa wahyu-wahyuan yang menyerupakan dirinya sebagai Malaikat Terang, demi mengelabui Muhammad dan para pengikutnya (lihat 2 Korintus 11:14).

Kembali ke pasal semula tentang relasi dengan Tuhan yang tidak menuntut penguasaan ilmu-ilmu agama untuk bisa diselamatkan. Harap jangan salah, Kristianitas bukan melecehkan ilmu, atau tidak bertanggung jawab dalam pendewasaan rohani. Ikut Yesus adalah masuk dalam relasi dengan Yesus, dan mulai belajar mengasihi Dia, karena Dia telah mengasihi kita terlebih dahulu. Secara natural kita akan bersyukur kepadaNya, senang mendengar "suaraNya", dan belajar tentang firmanNya, yaitu Injil Kabar Baik. Kita menjadikan itu makanan rohani kita, yang ternyata memberikan berkat yang nyata dalam kehidupan baru kita bersama Dia. Kita bertumbuh dalam iman, dan selalu ingin menyenangkan hati Tuhan, dengan melakukan apa-apa yang dipesankanNya dalam InjilNya. 

Bukan usaha-usaha keselamatan, Melainkan buah-buah keselamatan

Melakukan perintah-perintah Tuhan bukanlah usaha-usaha mencari keselamatan, melainkan buah-buah keselamatan! Dan alasan yang terbaik untuk itu hanyalah tiga kata sederhana, yaitu karena Tuhan Itu Baik! "Kita mengasihi, karena Tuhan lebih dulu mengasihi kita" (1 Yohanes 4:19).

PERTANYAAN  BESAR: KENAPA  HARUS  YESUS?

Ada banyak alasan kita merisaukan hidup kita disini. Ada lebih banyak lagi alasan kita menggelisahkan kematian kita. Namun sebenarnya ada cukup alasan kenapa kita merasa aman, terjamin, tepat dan dalam sukacita mengandalkan Yesus dalam hidup kita di dunia dan di akhirat.

Pertama, karena Yesus itu Baik dan Benar.

AjaranNya baik dan benar. Kasih dan kepedulianNya baik dan benar. KaryaNya baik dan benar, yang mengabsahkan setiap kata-kataNya!

Ia baik dan benar dalam seluruh kehidupanNya, serta diakui oleh semua kawan dan lawan! Di dalam sejarah manusia sepanjang zaman, hanya Yesuslah yang adil, kudus dan benar.

Kudusnya Yesus bukan sembarang suci, bersih atau saleh, namun KUDUS sepenuhnya secara faultless (tidak berbuat dosa), dan sinless (tanpa dosa) yang dipisahkan secara khusus dari mahluk ciptaan lainnya.

Benarnya Yesus juga bukan pula benar biasa. Ia bukan hanya berkata seperti nabi-nabi lainnya, "Apa yang Kukatakan itu benar", namun Ia juga berkata, "Akulah Kebenaran". Ia adalah Sang Benar, Realitas tertinggi, yang benar (right) dan yang betul (true) seutuhnya (Mazmur 33:4).

Yesus bertanya kepada musuh-musuhNya: "Siapakah diantara kalian yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?" (dan tak ada yang menyanggahNya). Dan dengan cara yang otoritatif Yesus menyatakan diriNya sebagai Sang Benar, bukan hanya mengajarkan tentang kebenaran:

"Akulah pokok anggur yang benar"

"Akulah jalan, kebenaran, dan hidup"

Sesaat setelah Yesus menghembuskan nafas terakhirNya di atas kayu salib, kepala pasukan Romawi yang menyalibkanNya harus berbalik hati dan batin, dan berkata: "Sungguh, orang ini adalah orang benar".

Yesus mencetuskan makna moral dan etika yang paling tinggi. Sekaligus bertindak melakoninya! Ia penganjur dan pelaksana keluhuran dan kejujuran, lemah lembut dan rendah hati. Ia meluruskan poligami yang banyak diselewengkan dengan nafsu dan akal-akalan manusia. Ia tidak merakusi (mengambil istri atau menjarah harta musuh) tetapi memberi. AjaranNya adalah memberi, memberi dalam kasih dan sukacita, "Berilah, maka kamu akan diberi" (Lukas 6:38). Ia mengusir setan dan bukan minta perlindungan terhadap gangguan setan. Bila Ia berperang dengan antek-antek setan Ia tidak berperang atau membunuh manusia dengan kekerasan dan pedang. Ia tidak mengatas-namakan "Allahu Akbar" untuk menyerang dan membunuh, tetapi memberikan damai sejahtera yang berbeda jauh ketimbang yang dunia berikan:

"Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu" (Matius 11:28).

"Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahteraKu Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu" (Yohanes 14:27).

Ia memberi pelajaran dan contoh keteladanan yang lemah lembut, rendah hati dan penuh pengampunan. Ia berkata kepada Anda dan saya: "Belajarlah kepadaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati" (Matius 11:29). Ya, Ia sendiri memberikan nyawaNya untuk keselamatan kekal kita (Yohanes 10:11).

Dan kepada para pembunuhNya, dalam sekarat kematianNya di atas kayu salib, Ia masih peduli untuk mengampuni mereka diluar kemampuan nabi manapun: "Bapa ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat".

Yesus sungguh menggenapi apa yang telah dikatakan Daud: "TUHAN itu baik dan benar" (Mazmur 25:8).

Kedua, Ia seperti pengakuanNya adalah Tuhan, dan tidak bisa lain dari Tuhan!

Kita tahu ada sebagian orang, apalagi Muslim, yang mengakui kebesaran kuasa Yesus di dunia dan di alam akhirat. Namun entah kenapa pengakuan itu hanya berhenti sampai disitu saja, lalu dikaburkan atau dihambarkan seolah-olah itu hal biasa saja. Padahal ada konsekwensi yang melekat atas pengakuan kuasaNya yang SUPERLATIF ini, yaitu Yesus harus dipercaya sebagai sosok yang berdaulat atas urusan manusia di dunia maupun kelak di akhirat! KedaulatanNya aktif di sepanjang waktu, hingga kelak di akhirat! Juga aktif di sepenuh ruang, di dunia, alam barzakh, di semesta-alam akhirat, di sorga, manapun (Matius 28:18; Filipi 2:9-10).

Di lain pihak, ada sebagian orang lain yang hanya mengakui Yesus sebagai Guru Besar yang teramat moralis, namun menolak mengakuiNya sebagai Tuhan atau Anak Elohim yang dianggap sebagai di luar logika!

Logika sesat

"Kepada orang-orang ini, maaf, kita bisa mengatakan bahwa mereka sendiri sungguh kurang paham apa artinya berlogika. Kenapa? Ya, bilamana benar bahwa Yesus hanya seorang moralis agung (atau sekedar nabi yang bersih) namun sampai mengklaim bahwa Ia adalah Tuhan dan Anak Elohim, maka PASTILAH Yesus itu guru-gadungan, alias si pembohong yang bejat, atau Dia seorang gila yang berbahaya! Maka pastilah Dia bukan guru moral dan etika yang terbesar!"

Sekali saja Yesus mengaku diriNya Tuhan, maka hanya ada tiga kemungkinan bagi Dia. Yaitu bahwa Ia memang benar Tuhan, atau Ia benar penipu jahat, atau Ia benar gila tak waras.

Anda tidak punya pilihan lain! Anda dipersilahkan menyimak seluruh Injil, bahkan seluruh Kitab-kitab Allah dan catatan sejarah, dan sejelek-jeleknya Yesus di mata Anda, Anda tidak akan menemukan diriNya sebagai si penipu dan si gila. Jadi, betapapun enggan dan menakutkan Anda, Anda sebenarnya tak ada pilihan selain harus mengakui apa yang diakui sendiri oleh Yesus, yaitu benar Yesus itu Tuhan: "Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan".

Sebagai Tuhan, mau tidak mau, hidup kita harus berurusan dengan Dia. Bahwa Anda menolak berurusan dengan Dia, itu tidak akan mengubah kebenaranNya sebagai Tuhan semesta-alam. Pada akhirnya kebenaran ayat-ayat inilah yang akan terjadi dalam penghakimanNya di akhir zaman. Dan apa yang akan terjadi di hari kiamat itu, tergantung kepada bagaimana respon kita terhadapNya dalam kehidupan sekarang ini!

  • "KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi" (Matius 28:18).
  • "Dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan" (Filipi 2:10-11).
  • "Dia-lah (Tuhan Yesus) yang ditentukan Elohim menjadi hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang mati" (Kisah Para Rasul 10:42).
  • "Apabila Anak Manusia (Yesus) datang dalam kemuliaanNya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas tahta kemuliaanNya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapanNya...Dan Ia akan berkata...Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah dalam api yang kekal" (Matius 25:31,32,41).
  • "...pada waktu Tuhan Yesus dari dalam sorga menyatakan diriNya bersama-sama dengan malaikat-malaikatNya, dalam kuasaNya, di dalam api yang menyala-nyala, dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita. Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya" (2 Tesalonika 1:7-9).

Marilah kita mencoba menjawab satu pertanyaan secara penuh kejujuran dalam hati: Kenapa Yesus yang begitu benar, kudus, kuasa dan sempurna ajaibNya itu tidak mungkin TUHAN seperti yang di klaimNya dan yang dibuktikanNya sendiri? Serta yang didukung oleh otoritas Ilahi, Nabi dan malaikat-malaikatNya? Bukti-bukti (bukan klaim) apakah yang ada pada kita-kita untuk menolak Yesus itu Tuhan?

Iman  versus  iman

Sesungguhnyalah, untuk mempercayai "Yesus bukan Tuhan", diperlukan iman yang jauh-jauh lebih besar ketimbang mempercayai "Yesus benar Tuhan"!

Ketiga, Yesus Mahakasih, berkorban segalanya bagi kita.

Para ahli teologi di abad pertengahan pernah menjajaki apa yang dinamakan "teologi keledai" (asinus-theology). Mereka mempertanyakan, "Dapatkah Tuhan menjelma menjadi keledai untuk melakukan misiNya? Atau menjelma menjadi sebuah batu?" Jawaban teologi-kilat cukup mengutib satu ayat, yaitu: tidak ada yang mustahil bagi Tuhan! Namun tentu teologi semacam ini akan ditolak, karena lebih merupakan spekulasi satu ayat yang tidak didudukkan dalam perspektif keberadaan Tuhan terhadap manusia.

Masalahnya bukan dapat atau tidaknya Tuhan yang Maha Kuasa mengoperasikan kedaulatanNya, tetapi "kenapa Tuhan menjelma menjadi manusia dan bukan keledai?"

Dan pertanyaan ini menjadi mudah dijawab oleh konsep relasi, yaitu bahwa Tuhan melakukan hal itu karena mau membagikan sebuah RELASI khusus dengan manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupaNya (Kejadian 1:26; Efesus 2:5-6).

"Sebab Anak Manusia datang untuk mencari (manusia) dan menyelamatkan (manusia) yang hilang" (Lukas 19:10).

Itulah ujud kasih setia-Nya yang dilimpahkanNya secara khusus kepada manusia!

Seperti yang dikatakan di atas, banyak agama mengklaim Tuhannya maha-kasih dan maha-penyayang, namun tidak ada substansinya. KedekatanNya dengan mahlukNya pun tidak dijabarkan apapun. Maka kita ulangi lagi sebuah pemahaman-lurus dalam mencari kebenaran Tuhan berdasarkan rumus-kasih:

Rumus Kasih

(1). Ajaran Tuhan yang tidak mengutamakan relasi-kasih adalah bukan berasal dari Tuhan Yang Maha Kasih.

(2). Bukti kasih, apalagi Maha Kasih, hanyalah satu, yaitu membela dan berkorban sebesar-besar korban-diriNya bagi yang dikasihiNya.

Yesus yang Imanuel melakukan itu dengan mengorbankan nyawaNya di atas kayu salib, demi menebus dosa Anda dan saya. Tuhan manakah lainnya yang juga membuktikan diriNya berkorban bagi umatNya?

Semuanya perlu disimak dan di-recheck kebenarannya dengan seksama oleh kita masing-masing. Kita sering merasa diri kurang "ilmu-agama", lalu percaya begitu saja semua klaim dan pernyataan ulama "berilmu". Namun Maha AdilNya Tuhan telah memberikan kepada setiap manusia (yang mau mencari), termasuk Anda dan saya, potensi yang sama untuk pertama-tama menemukan PribadiNya (bukan hukumNya)! Dia berkata: "Ikutlah Aku!"