Sangat tidak mungkin Quran yang dihafalkan dipelihara dengan akurat

 

Orang Muslim seringkali dengan bangga mengklaim bahwa sekalipun semua salinan Quran telah dimusnahkan, sangat mungkin untuk merekonstruksikannya dengan mudah berdasarkan ingatan orang-orang beriman. Banyak dari mereka yang kemudian mengatakan bahwa ada orang-orang Muslim modern yang menghafal Quran sejak jaman Muhammad. Namun demikian, gambaran ini sedikit rumit. Pertama, menarik bila memerhatikan bahwa Muhammad seringkali mengakui bahwa ia lupa beberapa bagian Quran (bdk. Sahih Muslim 4:1721).

Ini adalah informasi bermasalah dari sudut pandang islami. Muhammad dipandang sebagai satu-satunya orang yang memiliki akses kepada wahyu orisinil. Jika ia melupakan beberapa bagian dari wahyu tersebut, maka mustahil untuk benar-benar memverifikasi akurasi teks tersebut. Lebih jauh lagi, sangat diragukan bila ada orang yang dapat menghafal keseluruhan teks tersebut.

Ingatlah keengganan Zaid ketika ia menerima tugas untuk mengkompilasi teks tersebut. Kita mengetahui bahwa ia menerima tugas tersebut dengan gentar. Pikirkanlah sejenak betapa berbedanya reaksi Zaid jika ia benar-benar dapat menghafal seluruh kitab tersebut. Dalam kasus ini, mengkompilasi teks akan sangatlah mudah; ia hanya tinggal duduk dan menuliskannya berdasarkan eksistensi ingatannya. Atau, jika ia tidak hafal seluruh kitab tersebut seperti yang diklaim, ia hanya perlu mencari seseorang yang mau mengatakannya kepadanya agar dapat ditulis. Alih-alih, ia harus menghabiskan sejumlah besar tenaga dan waktu untuk mengumpulkan semua fragmen Quran yang berbeda.

Menarik bila memerhatikan bahwa ketika Zaid mengumpulkan fragmen-fragmen ini, ia mendapati sebuah ayat yang yang hanya dihafal oleh satu orang. Namun, ia tetap memasukkannya ke dalam teks Quran (Sahih Bukhari 5:059:379).

Contoh ini semestinya sangat menggelisahkan orang-orang yang percaya bahwa Quran dipelihara dengan sempurna dalam ingatan orang-orang beriman. Mengapa orang-orang Muslim lainnya tidak hafal ayat ini? Para apologis karena hal tersebut (sebagaimana yang diindikasikan dalam beberapa versi hadith yang menceritakan peristiwa tersebut) dan bahwa ini adalah alasan ia mencarinya. Namun demikian ini tidak menjawab pertanyaan mengapa ayat tersebut hanya ditemukan pada satu orang. Jika Quran benar-benar ada dalam ingatan banyak orang beriman (termasuk Zaid), hal ini tidak akan pernah terjadi. Oleh karena itu, nampaknya adalah perkara yang relatif sederhana untuk memasukkan ayat-ayat ke dalam Quran dengan mengklaim bahwa yang lainnya telah melupakannya!

 

Pembakaran berbagai manuskrip Quran oleh Uthman sangat menggelisahkan

Bayangkan keributan yang akan terjadi hari ini jika ada orang yang memutuskan untuk membakar setumpuk Quran! Namun, inilah yang dikatakan tradisi kepada kita mengenai apa yang terjadi dalam masa pemerintahan Uthman.

Jelas bahwa proyek yang dilaksanakan Zaid, di bawah Abu Bakr, untuk menstandardisasi teks Quran telah gagal dalam jangka waktu yang panjang karena masih ada beragam versi yang beredar setelah tugas tersebut selesai dilaksanakan. Uthman sangat resah akan hal ini, sehingga ia memilih sebuah teks (yang dipegang oleh Hafsa, salah seorang janda Muhammad) dan memerintahkan semua salinan yang berbeda untuk dihancurkan dalam api unggun yang besar.

Ijinkan saya menggambarkan beberapa implikasi dari insiden ini:

Uthman bukanlah seorang cendekiawan Quran, namun nampaknya ia telah membuat keputusan final akan versi Quran mana yang benar.

Fakta bahwa Uthman harus melakukan hal ini berarti pekerjaan Zaid tidak menjawab pertanyaan mengenai teks Quran, tetapi tetap ada selama beberapa dekade.

Pembakaran berbagai versi Quran juga dengan jelas menunjukkan bahwa proyek untuk melindungi integritas Quran melalui penghafalan benar-benar gagal. Jika ada “Quran yang sempurna” dalam ingatan orang-orang beriman, maka berbagai Quran yang berbeda tentu tidak akan muncul.

Baik istri favorit Muhammad (Aisha) maupun Khalif yang kedua (Umar) menyaksikan bahwa ada satu ayat yang dihilangkan dari Quran.

Aisha bukan hanya istri favorit Muhammad tetapi juga sumber dari banyak hadith. Dalam sebuah tradisi, ia menyatakan bahwa Quran memang benar diubah dengan cara yang sangat mengejutkan:

“Ayat rajam dan menyusui orang dewasa diwahyukan sepuluh kali, dan ayat-ayat tersebut (ditulis) pada kertas dan disimpan di bawah ranjangku. Ketika utusan Allah wafat dan kami disibukkan dengan kematiannya, seekor kambing masuk dan memakan kertas itu” (Sunan Ibn Majah 1934).

Fakta bahwa Quran pernah memuat ayat yang menetapkan para pezinah harus dirajam dikonfirmasi oleh setidaknya otoritas penerus Muhammad sebagai Komandan orang-orang beriman, yakni Umar (memerintah 634-644 M):

“Allah mengutus Muhammad dengan kebenaran dan mewahyukan Kitab Suci kepadanya, dan di antara yang diwahyukan Allah, tersebutlah Ayat Rajam, melempari orang yang sudah menikah dengan batu” (Sahih Bukhari 8:82:817, catatan hadith seutuhnya dalam Catatan Akhir).

Ia juga mengkonfirmasi bahwa sudah menjadi praktik Muhammad merajam para pezinah. Ini masih menjadi penghukuman Syariah walaupun Quran tidak menetapkannya. Jadi nampaknya hukum Islam mengikuti praktik yang pernah dimuat dalam Quran tetapi tidak lagi dapat ditemukan dalam halaman-halamannya! Hilangnya “Ayat Rajam” menimbulkan beberapa pertanyaan menggelisahkan:

Bagaimana Allah dapat seceroboh itu membiarkan tuntunan sempurna-Nya bagi umat manusia menjadi terhilang? Terutama setelah menyatakan: “Kamilah yang telah menurunkan Quran dan sesungguhnya kami akan menjadi penjaganya” (Quran 15:9).

Bagaimanakah ayat-ayat ini dihilangkan dari Quran dan dari ingatan orang-orang yang telah menghafalnya?

Beberapa orang Muslim berusaha meloloskan diri dari implikasi-implikasi bermasalah dari hilangnya “Ayat Rajam” dengan menyatakan bahwa ayat tersebut telah diabrogasi (yaitu digantikan dengan wahyu kemudian yang lebih baik).

Ini sama sekali tidak masuk akal. Jika ayat ini diabrogasi:

(a) dimanakah ‘sesuatu yang lebih baik’ yang menggantikannya? Perhatikan ayat klasik mengenai abrogasi dalam Quran 2:106  

(b). Mengapa kumpulan-kumpulan hadith dan aturan-aturan Syariah yang didasari hal itu masih memerintahkan rajam terhadap para pezinah jika ayat tersebut telah diabrigasi?

(c). Mengapa kalimat-kalimat ini tidak terdapat dalam Quran seperti ayat-ayat yang diabrogasi lainnya?

 

Manuskrip Quran tertua yang masih ada berbeda dengan Quran versi Uthmanik

Pada tahun 1972, beberapa pekerja membersihkan loteng Mesjid Agung di Sana’a di Yaman. Saat sedang bekerja, mereka menemukan beberapa manuskrip Quran.

Kementrian Kepurbakalaan Yaman langsung menyadari bahwa manuskrip-manuskrip tersebut sangat kuno dan meminta bantuan luar untuk memeriksa dan merestorasi manuskrip-manuskrip tersebut.

Salah seorang dari para cendekiawan yang terlibat dalam proyek ini adalah seorang Islamis Jerman Dr. Gerd Puin. Ia menetapkan Quran Sana’a bertanggal 680-an Masehi. Dengan kata lain, setelah Uthman mengkompilasi ‘Quran yang sempurna’. Lebih jauh lagi, manuskrip-manuskrip tersebut ditulis dalam gaya (berkenaan dengan cara huruf-hurufnya dibentuk) jazirah Arab, yang membuatnya sebagai penemuan yang lebih penting lagi ketimbang semua Quran kuno lainnya (misalnya, yang terdapat di Istana Tokapi di Istanbul dan yang disebut Quran Tashkent) yang disalin di lokasi-lokasi di luar Arabia.

Yang menarik mengenai Quran Sana’a adalah perbedaan yang sangat siginifikan dari teks-teks yang dipilih oleh Uthman. Fakta ini sangat menyanggah ide bahwa teks Quran telah utuh pada masa Khalif ke-3. Disini kita memiliki sebuah Quran di salah satu mesjid yang terpenting di jazirah Arab yang bertanggal jauh setelah strandardisasi teks Quran, namun versi ini sangat berbeda dari teks yang standar. Tidak diragukan lagi, penemuan Puin sangat kontroversial di dunia Arab, dan ia tidak lagi mendapatkan akses kepada manuskrip-manuskrip tersebut setelah ia menerbitkan penemuan-penemuan awalnya.

Semua manuskrip tersebut kini disimpan dan dikunci. Namun demikian, tidak sesuatupun yang dapat membatalkan pengetahuan bahwa teks Quran yang tertua yang kita miliki tidak selaras dalam semua aspek dengan Quran yang dibaca dan diucapkan jutaan orang Muslim setiap hari.